Megawati: Saat Presiden Naik Diangkat-angkat, Saat Enggak Seneng Dijatuhkan, Apa Itu Bangsa Kita?

  • 5 tahun yang lalu
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUN-VIDEO.COM - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengaku sangat prihatin dengan kondisi saat ini dimana sebagian masyarakat kerap menghujat pemimpin ketika tidak senang dengan kinerjanya.

Sebaliknya, baru memuji sang pemimpin ketika senang dengan kinerjanya.

Hal itu disampaikan Megawati saat berdialog dengan ratusan anak muda dengan tema 'Bu Mega Bercerita' dalam rangkaian HUT ke-46 PDIP di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (7/1/2019).

"Pas presiden naik (saat kinerjanya bagus) diangkat-angkat (dipuji), lalu pas enggak seneng dijatuhkan, lalu kalau sudah dimaki habis. Itu bangsa kita? Bangsa Indonesia bangsa yang luhur dan beradab?," kata Megawati.

Megawati lalu bercerita, soal masa transisi pemerintahan dari Presiden pertama RI Sukarno ke Soeharto pada tahun 1965.

Saat itu, lanjut Megawati, Sukarno harus merelakan jabatannya sebagai presiden dengan cara yang tidak baik.

Namun, putri Bung Karno ini tetap meminta kepada orang-orang terutama pemdukungnya untuk tidak menghujat Soeharto saat lengser pada tahun 1998.

"Tahun 1965, ayah saya diturunkan dengan cara yang tidak baik. Tak ada kata lain, tak baik. Karena sebuah pembelajaran, lalu pas Pak Harto dihujat, saya yang bilang jangan hujat dia," tegas Megawati.

Mega juga menyebut, UU telah dibuat agar masyarakat dapat taat hukum, dan juga memiliki sikap yang baik di mata hukum.

"Makanya kalau tiap presiden dijatuhkan seperti itu dengan rekayasa politik, makanya semuanya akan berjalan dengan baik. Artinya apa, padahal ada UU loh, UU yang membentuk di dalam tata kenegaraan kita secara hukum untuk manusia, ya kita sudah beradab. Kalau kita bukan manusia hukum, aduh," jelasnya.

Untuk itu, Presiden RI ke-5 ini meminta agar tidak ada praktik politik dengan cara menyebarkan hoaks dan kebencian.

Mega juga berharap, agar pemilu dapat berjalan secara demokratis, seperti yang terjadi sejak Pemilu tahun 1955.

"Kok sekarang hanya karena sebuah proses demokrasi yang berjalan ini mau dipecah sendiri oleh bangsanya? Saya mungkin masih baik. Coba ini anak-anak saya, itu kan kalau dengar ibunya dibully udah geram. Kalau saya biarin, itu orang biarin gendeng sendiri," ungkap Megawati.

"Apa kita mau seperti itu? Tapi mana budi pekertinya? Kalau tokoh sudah begitu, mana lagi yang akan kita hormati, lalu untuk apa kita yang sudah sekolah yang mendapatkan sekolah untuk membangun dirinya," imbuhnya. (*)

Dianjurkan