Plengkung Nirbaya, Bagian dari Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta

  • 5 tahun yang lalu
TRIBUN-VIDEO.COM – Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gading merupakan bagian dari Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta yang dibangun pada 1782 Masehi.

Plengkung Nirbaya dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Pangeran Mangkubumi.

Nama Plengkung Nirbaya diambil dari kata “Nir” dan “Baya”.

“Nir” berarti tidak ada, sedangkan “baya” berarti bahaya, sehingga secara harfiah, nirbaya berarti tidak ada bahaya yang mengancam.

Pada masa kerajaan Mataram, Plengkung Nirbaya ini digunakan sebagai pintu keluar ketika ada Raja Kraton Ngayogyakarta yang mangkat atau wafat.

Plengkung Nirbaya menjadi satu-satunya pintu keluar bagi jenazah raja sebelum dimakamkan di Makam Raja-raja di Imogiri, Bantul.

Karena itu, raja yang masih hidup tidak diperkenankan untuk melewati Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gading ini.

Dulunya di sekitar benteng keraton terdapat sebuah parit yang berfungsi sebagai pertahanan kerajaan.

Parit ini memiliki lebar sekitar 10 meter dengan kedalamam tiga meter.

Namun saat ini parit itu sudah tidak berbekas dan sudah berganti menjadi jalan.

Bahkan pada 1935, parit tersebut sudah tidak ada.

Zaman dulu, di Plengkung Nirbaya dan empat plengkung lainnya terdapat sebuah jembatan gantung.

Jembatan gantung ini dapat ditarik dan menjadi pintu pelapis plengkung ketika ada musuh datang.

Namun jembatan gantung tersebut saat ini juga sudah tidak tersisa.


Plengkung Nirbaya pernah mengalami perbaikan.

Perbaikan tersebut dilakukan pada 1986 dengan tujuan untuk menjaga bentuk asli Plengkung Nirbaya.

Kepala Dinas Kepurbakalaan di masa Belanda, Bosch, secara periodik selalu menjalin komunikasi dengan Patih Danureja VIII sebagai raja saat itu.

Bosch pernah mengirim surat kepada Gubernur J. Bijvelt supaya Plengkung Nirbaya dan Tarunasura tidak dibongkar sepert Plengkung Jagasura Ngasem dan Jagabaya di sebelah barat Taman Sari.

Surat tertanggal 2 Maret 1935 itu kemudian ditanggapi Oleh Gubernur J. Bijvelt dan kemudian diteruskan kepada Patih Danureja VIII pada 13 Maret 1935.

Sampai saat ini, Plengkung Nirbaya masih berdiri kokoh dan biasa dijadikan sebagai spot swafoto bagi para pengunjung.

Dianjurkan